21 Mei 2014

Siapa Bilang Ikhlas Itu Gampang?

Siapa bilang ikhlas itu gampang? Ya, pertanyaan yang sering hinggap dan membutuhkan perjalanan bertahun-tahun untuk menemukan arti ikhlas dan membuktikannya sendiri pada suatu titik di kehidupan.

Pernah kutulis di postingan tentang pelajaran hidup dari bapakku, berbagai ajaran tentang kedisiplinan dan perjuangan untuk mendapatkan sesuatu telah kudapatkan. Mencoba memahami, mempraktekkan dan dengan terpaksa patuh. Terpaksa? Iya betul. Bukan ikhlas? Bukaaaan.... saat itu memahami arti ikhlas tidaklah gampang untukku.

Seperti diceritakan pada postingan tersebut, aku luar biasa berambisi untuk meneruskan kuliah di Universitas Gajah Mada, Yogyakarata. Universitas pujaan para anak SMA di Yogyakarta, Jateng dan sekitarnya. Paling tidak pujaanku lah. Bahkan demi mengejar kemudahan seleksi melalui jalur prestasi akademis nantinya, aku memilih untuk masuk jurusan IPS, bertentangan dengan keinginan alm. bapak yang berharap aku bisa jadi dokter. Di kelas IPS inilah nilai-nilai akademisku bisa terkontrol dengan baik, nilai 9 di raport jauh lebih banyak dibandingkan nilai 8-nya. Saat itu jalur prestasi akademis yang dikenal dengan PBUD itu memang mensyaratkan nilai rapor yang stabil.

Gagal masuk UGM via jalur PBUD, aku masih bersemangat untuk mengejar impian kuliah di Yogyakarta. Sendirian kuberanikan diri berangkat dari Semarang untuk mendaftarkan diri ke UGM. Sayang sekali, untuk pendaftaran perorangan saat itu belum dibuka, pihak kampus baru melayani pendaftaran kolektif. Masih sekitar 4 hari lagi baru akan dibuka untuk perorangan. Yah, harus pulang dulu dong.

Sementara menunggu hari untuk kembali ke Yogyakarta lagi, bapak yang memang tidak rela aku kuliah di luar kota terus gencar menasihatiku. Bahwa aku tinggal satu-satunya anak beliau yang tinggal di rumah, bahwa bapak ingin selalu dekat denganku, bahwa kuliah kan bisa dimana saja, tidak hanya di UGM. Bahwa orang tuaku ya cuma bapak dan ibuku, bukan orang lain yang ada di Yogya. Banyak 'bahwa' yang disampaikan beliau yang akhirnya membuatku pupus harapan untuk berangkat lagi ke Yogya.

Masih teringat sampai sekarang, aku menulis lembar pendaftaran masuk Universitas Diponegoro sembari menangis terisak-isak di meja tulis pojok ruang tamu. Sampai kertas pendaftaran terancam kusut gara-gara banjir air mata. Demi bapak kupupus impianku kuliah di Kota Pelajar. Oke, aku kuliah di Semarang saja. Ikhlas kah aku waktu itu? Tidak. Tentu saja tidak. Sakit hati, sedih, tertekan dan merasa diperlakukan tidak adil. Bukankah ini hidupku, kenapa harus selalu mengikuti keinginan bapak?

Jawaban semua kisah ketidakikhlasan itu datang 3 tahun kemudian, saat diabetes bapak kian parah. Gara-gara tidak patuh untuk diet dan berobat, penyakit itu membuat bapak harus rawat inap di rumah sakit. Kondisi bapak kian menurun hingga akhirnya beliau dipanggil oleh Yang Maha Kuasa. Kejadiannya di rumah sakit, saat aku menemani bapak berdua saja sepulang kuliah. Ibuku yang tiap malam berjaga di rumah sakit memang pulang untuk membelikan berbagai pesanan yang diminta bapak. Dari pagi hari masih normal, tiba-tiba di siang hari bapak sudah tidak bisa diajak berkomunikasi. Sungguh membuatku kebingungan dan menangis tak tentu arah.

Bapak pergi saat tak ada orang lain di sampingnya kecuali diriku. Lantas, masihkah aku mendendam atas semua langkah di masa itu yang tengah kujalani?

Siapa bilang ikhlas itu gampang? Bahkan saat aku ikhlas dengan semua pilihan yang kuambil demi bapakku, aku dihadapkan pada kepergian bapakku tercinta itu. Hanya tersisa segudang penyesalan di kemudian hari, kenapa dahulu aku tidak meringankan pikiran untuk mengikhlaskan saja apapun keinginan beliau. Toh aku masih bisa hidup normal, kuliah dibiayai orang tua, tak harus mencari pendapatan sendiri.

Ikhlas itu ternyata kudapat melalui cara yang sungguh berat. Aku baru bisa memaknai kisah masa lalu saat orang yang kusayangi itu telah tiada. Mungkin dulu bapak sudah punya firasat saat mengatakan ingin selalu di dekatku. Ah, rasanya air mataku tak habis-habisnya tertumpah setiap kali mengingat permenungan ini.

Ya, mencapai rasa ikhlas memang membutuhkan jalan dan tahap tersendiri. Semoga sobat semua tak harus mengalami kejadian seperti diriku ini untuk menemukan 'ikhlas' masing-masing. Seharusnya aku dulu meniatkan kuliah demi Allah semata, bukan demi ego diri yang terlalu tinggi. Bukankah belajar dan patuh kepada orang tua merupakan bagian dari ibadah kita mengharap ridhaNya?

Ya, aku ikhlas Pak untuk kepergianmu, memang Allah lebih sayang padamu hingga dipanggilnya kau untuk kembali. Rasa sayang yang dulu tersalur lewat anjuranmu agar aku tetap tinggal di rumah bersama bapak dan ibu, bukannya berkelana ke lain kota. Benar sekali, mau kuliah dimana pun tidak ada bedanya bila bapak dan ibu tidak bahagia. Bila bahagia itu bisa kuberikan dengan melakukan hal kecil seperti memahami keinginan orang tua, kenapa tidak? 





note : credit foto Ikhlas dari Islamic Education dan Quranic Healing Technology

13 komentar:

  1. ada hikmah dalam setiap kejadian ya mba..hikmahnya bisa ada di sisi bapak saat hari2 terakhirnya..

    BalasHapus
  2. Hehe kenapa ngga di ui aja mba? Hehe

    BalasHapus
  3. iklhas itu gak semudah diucapkan ya, Mak

    BalasHapus
  4. ikhlas yang berbuah manis ya maaaak....see, semua sudah diatur dengan indah oleh Yang Kuasa...sukses GAnya..

    BalasHapus
  5. benar mak, ikhlas itu sulit sekali. aku juga merasakan hal yang sama sampai sekarang :)

    BalasHapus
  6. Aku pun berusaha ikhlas akan kepergian Papa...

    BalasHapus
  7. ah aku meweeekkk. mak bacanya. Rasanya pengen langsung pulang dan sungkem ke Ibu Bapakku yg ada dirumah. Bersyukurnya aku masih punya orang tua yang lengkap. Makasih mak.. utk mengingatkan kt sbg anak harus ttp berbakti kpd orangtua kt, sebelum menyesal akhirnya. Ya Allah.. takut rasanya :(

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, sayangi dan hormati mereka dg sepenuh hati. Jangan sampai nyesel kayak aku niy :(

      Hapus
  8. semua tentunya ada hikmahnya ya mak..

    BalasHapus
  9. sepertinya memang mudah ya kalau berkata ikhlas, tapi kenyataannya :)

    BalasHapus
  10. Banyak hal yang membuat kita menemukan sebuah keikhlasan...

    BalasHapus
  11. makasih sudah ikutan give awayku ya mak antag.

    BalasHapus
  12. makasih sudah ikutan give awayku ya mak antag.

    BalasHapus