15 Oktober 2013

Kebanggaan Semu Yang Tak Perlu

Apa sih arti kebanggaan buat loe ?



Terhenyak juga saat melihat book trailer di atas. Seakan menamparku secara pedas pada kesombongan masa lalu. Selalu mencoba mencari pengakuan atas sesuatu yang kuatasnamakan sebagai profesionalitas bekerja.

Bertahun-tahun yang lalu aku hengkang dari suatu perusahaan export demi mendapatkan tingkat kesejahteraan yang lebih baik. Di perusahaan baru yang masih bergerak di bidang sama, aku diterima dengan gaji yang jauh lebih tinggi, adapun tingkat kesulitan yang harus kuhadapi jauh lebih ringan. Etos kerja menggila di perusahaan sebelumnya tak kutemukan di tempat baru ini. Semua orang kurasa berjalan teramat 'lamban', langkahku yang harus selalu tergesa dan diburu waktu seakan tidak 'match' dengan semua orang di sekelilingku.

Akhirnya kusadari sesuatu : aku terlalu ambisius. Ambisi yang hanya pas diterapkan di lingkungan kerja yang memang membutuhkannya untuk tumbuh subur. Tapi tidak di sini. Di tempatku bekerja sekarang. Kudapati lintang pukang langkahku ternyata membuatku terjerembab sendiri. I run for nothing here.

Aku direkrut oleh perusahaan baru ini karena belum adanya tenaga ahli untuk mengurus aneka perijinan dan birokasi ekspor. Di perusahaan sebelumnya, tak hanya seluk beluk proses ekspor saja yang menjadi tanggung jawabku. Selain mandiri mencari buyer aku juga diberi tambahan pekerjaan oleh big boss untuk handle produksi. Ya pekerjaan hariannya jadi bertumpuk-tumpuk deh. Sudah lazim bila di bagian produksi itu karyawannya banyak yang berpendidikan pas-pasan, kadang ada juga yang hanya lulusan SD. I have to deal with it, mengatur jadwal kerja mereka dan memberikan instruksi secara langsung. How I have to translate my language into theirs lah yang memberikanku banyak pelajaran berharga.

Mulai dari planning kerja tiap hari, harus mencapai target pengiriman sekian container sebelum deadline yang kutetapkan sendiri (sesuai wewenang yang diberikan bos). Belum lagi saat harus mengirim personil untuk dinas luar mencari bahan baku, tak hanya ke luar kota, kadang-kadang harus sampai ke luar pulau. Padahal di saat bersamaan, aku harus tiap saat update orderan, sudah cukupkah order yang kudapat agar 'asap pabrik' tetap mengepul. Di saat karyawan produksi sudah banyak yang pulang, aku masih harus berkutat dengan komunikasi via internet dengan buyer yang ada di luar negeri. Mau bagaimana lagi, sebagian besar customer ada di Eropa, di sana kan 7 jam lebih lambat dibandingkan di Indonesia. Ibarat orang berjualan, saat di sini kita sudah bersiap-siap pulang mereka baru gelar lapak :)

Nah, berbekal kemampuan kerja dan jaringan pembeli itu lah aku melangkah di perusahaan baru. Namun tak sesuai dengan yang kuperkirakan, di sini langkahku sangat dibatasi. Khusus untuk komunikasi dengan buyer sudah disediakan personil tersendiri. Aku khusus menangani birokrasi pemerintah dan lika-liku prosedur ekspor saja. Aku sih oke oke saja. Pekerjaan malah jauh lebih ringan.

Yang kemudian menjadi tidak oke manakala manajer pabrik mengeluh padaku untuk mencarikan tambahan buyer. Semula kulakukan approach dengan buyer-buyer lamaku yang dengan senang hati menurunkan order di tempat baru ini karena mereka sudah kenal baik denganku. Setelah approach berhasil, tentu saja buyer kuhubungkan langsung dengan person in charge yang berkaitan dengan masuknya order. Semuanya terasa biasa sampai suatu saat kutemukan sesuatu yang cukup menusuk kalbu.

Big boss memanggilku dan menanyakan apakah aku bersedia membantu untuk mencarikan tambahan buyer, karena selama ini si marketing telah bekerja keras mendapatkan pembeli baru, namun kapasitas pabrik masih terlalu besar. Intinya ordernya masih kurang gitu loh. Hellooooo... what should I say? Apa mesti ngomong ke boss kalau selama ini para pembeli itu berasal dariku? Jadi selama ini tak ada yang menyampaikan kepada beliau tentang hal ini?

Ah, kutelan saja pil pahit itu. Tak mampu membicarakannya lebih lanjut dengan beliau. Terasa melelahkan sekali saat harus menuntut pengakuan dari orang lain. Toh orang lain itu tak pernah tau bahwa apa yang dinilai kecil, yang sepertinya tak berarti, telah kita lakukan demi kemaslahatan orang banyak.

mempersiapkan, mengawasi dan mengatur proses seperti ini lah keseharianku

Lama-lama kupikir bisa gila kalau harus teriak sana-sini demi kebanggaan semu yang tak perlu itu. Deretan container yang mengantri untuk proses muat barang itu sudah cukup kutatap dengan penuh kebanggaan. Aku, si bukan siapa-siapa itu, ternyata mampu menggerakkan roda kehidupan banyak orang. Seliweran pekerja lapangan yang sibuk membantuku memuat barang, tatapan bahagia mereka yang membayangkan premi muatan nanti di masa gajian, semuanya terasa jauh lebih indah. Lebih bermakna.

Kupaksa diriku diam dalam sejuta permenungan. Sudah puaskah aku pada tidak adanya pengakuan perusahaan atas jasaku selama ini. Dan akhirnya kutemukan satu jawaban yang cukup membuatku istirahat dari lelahnya berlari mencari sesuatu yang bernama kebanggaan itu.

Setiap kali order akan turun, akulah yang pertama ditelpon atau diemail oleh si buyer. Meskipun setiap kali email itu ku-forward pada yang berwenang, si buyer tak pernah mengubah pola komunikasinya. Bahkan saat proses pengerjaan barang belum selesai, bukan PIC-nya yang dikontak. Justru aku yang selalu terbenam dalam tumpukan dokumen dan berkutat dengan pekerjaan lapangan lah yang dicari. Yah, cukup menghibur lah. Berarti si buyer jauh lebih nyaman dan percaya padaku. Bagaikan oase di padang tandus saat kusadari hal ini. Ternyata tak hanya barisan ballpoint, kertas, komputer, tinta, cap, mesin fotokopi, container, palletized deckings dan orang lapangan saja yang menghargai 'sentuhan'ku. Lumayan lah. Not too bad ;)

satu dari sekian ribu, yang sedang melaju ke tuannya yang baru - sumber dari sini

Saat memandang container demi container berlalu keluar dari lokasi muat, keringat, lelah dan aneka ketegangan kerja pra loading terbayar sudah oleh secabik kebanggaan. Rasa bangga yang masih terus dihantui oleh bayangan tumpukan container yang melaju ke negara tujuan, profit yang dihasilkan perusahaan, premi tak seberapa yang kuterima, sedikit tambahan uang lelah bagi pekerja lainnya. Ah...

Aku dan para pekerja lapangan hanyalah orang kecil yang harus terus menggeliat maju demi mengepulnya dapur keluarga. Para pencari nafkah yang mau tak mau harus selalu mampu menerima takdir di tempat kerja. Cukup sudah kebanggaanku dan mereka saat rupiah yang kami hasilkan bisa digunakan untuk membayar sekolah, membeli jajan anak-anak, belanja harian dan kadang-kadang sedikit tabungan. Adakah lagi yang lebih membanggakan dari itu? Sederhana sekali kan?

Nah, jadi sah ya bila sekarang aku balik bertanya kepada para pembaca tulisan ini. Apa sih arti kebanggaan buat loe?

14 komentar:

  1. Jempol utkmu mbak Uniek... Big hugs..

    BalasHapus
  2. Eee... bangga bisa berteman dg mak uniek deh :-)

    BalasHapus
  3. kebanggan itu kadang sederhana, ya, Mbak :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. setuju, kita sendiri yg kadang membuatnya sulit demi mendapat pengakuan orang lain :)

      Hapus
    2. Benar sekali mak Chi, seringkali memang sesederhana itu. Setuju dg mas Belalang, kadang kita sendiri yang terlalu ribet menciptakan kebanggaan semu.

      Hapus
  4. Seperti saya bilang dalam postingan terakhir, bahwa bangga adalah kebahagiaan 'sunyi', cukup kita rasakan dalam hati dan mempengaruhi kinerja kita. Asal positif dan dijalani dengan ikhlas, insyaAllah berbuah pahala. Tak perlu menunggu pengakuan orang lain. Apalagi dari Bu Nasimah yg tahunya cuma bikin mangut belut, haha. Membantu orang sebenarnya kebanggaan yg hakiki, melihat org lain tersenyum dan bahagia berkat sumbangsih kita sungguh hebring rasanya. Teruslah berkarya di jalurmu Mbak, (jalur Mangkang-Tembalang), dan terus menulis.... semoga menang ya :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sami2 mas Rudy, semoga menang juga. Kebahagiaan 'sunyi'mu sungguh menyentuh.
      Walah, mangut weluuuutt ae, aq gak doyan je, kucingan ae yo *tetep nawakke sing murah :D

      Hapus
    2. Boleh boleh. Murah rakpopo sing penting gratis, wakakaka--teuteup :)

      Hapus
  5. Bangga itu kita yang ciptakan, bukan orang lain.... :D

    BalasHapus
  6. Cukup dirasakan saja kebanggaan itu bulik, lalu lupakan kebaikan apa yang sudah dilakukan..

    sukses lombanya ya... insya Allah juara..

    BalasHapus
  7. Wah kalau modalnya ada terus mbaknya buka usaha yang sama pasti cepet sukses ya mbak? Buyernya udah kenal mbak sih hehehe

    Semangat mbak, salam kenal :)

    BalasHapus
  8. Perenungan yang luar biasa, Mbak. Dan semua itu hasil dari proses yang panjang, Nice post :)

    BalasHapus