27 Mei 2020

Bijak Kelola Air, Wujud Cinta Kita pada Bumi Pertiwi


Heyy... ini bulan apa sih kok masih hujan aja?

Aneh ya, di tempat kita hujan deras sampai kebanjiran, tapi di daerah lain kok ada yang kekeringan?



Pernahkah mendapatkan pertanyaan-pertanyaan di atas? Atau bahkan malah pernah tercetus dalam pemikiran teman-teman sendiri?

Kalau secara bahasa awamnya, ini sudah nganeh-nganehi. Musim kemarau dan penghujan makin tak jelas ritmenya.

Dulu ketika mendapatkan pelajaran di Sekolah Dasar, kita diajarkan tentang siklus musim kemarau dan hujan. Ada periodikal tertentu yang bisa kita jadikan patokan kapan hujan akan turun. Hal ini juga menjadi pedoman bagi para petani untuk memulai musim tanamnya.

Namun apa yang kini terjadi? Perubahan iklim terjadi secara besar-besaran dan kita hampir tidak bisa memprediksi apakah besok akan turun hujan atau tidak. Kadang kita sudah nunggu-nunggu nih kedatangan hujan karena kondisi di sekelilin sudah gerah luar biasa. Tapi ternyata sang air kesegaran ini tak kunjung tercurah ke muka bumi.

Sejak 2019 musim kemarau terjadi lebih panjang. Seperti dikutip dari kompas.com bahwa beberapa faktor yang mempengaruhi iklim di Indonesia yaitu:




1. ENSO (El-Nino dan La Nina)

ENSO (El Nino-Southern Oscillation) adalah suatu kondisi lebih panas atau dingin dari suhu permukaan laut di wilayah equator tengah dan timur Samudera Pasifik yang terjadi secara reguler atau berkala. ENSO ini mempengaruhi variasi iklim di sebagian besar wilayah tropis dan subtropis. Periode panasnya disebut sebagai El Nino, sementara periode dinginnya disebut La Nina.

Pada Agustus 2019 lalu BMKG mengindikasikan terjadinya anomali suhu permukaan laut di wilayah Samudera Pasifik bagian tengah sebesar -0,5 hingga 0,5 derajat celcius. Kondisi ini termasuk netral dan menandai melemahnya El Nino.

Jika El Nino melemah, seharusnya musim hujan akan segera datang. Namun ternyata pada kondisi tertentu ada faktor penyebab lainnya yang menjadikan Indonesia tetap dalam kekeringan dan musim hujan datang terlambat.


2. IOD (Indian Ocean Dipole)

Kondisi IOD ikut mempengaruhi iklim di Indonesia. Jika hasil IOD menunjukkan positif (+), maka wilayah Indonesia barat akan kering. Begitu pun sebaliknya, jika IOD menunjukkan kondisi negatif (-), maka wilayah Indonesia barat akan basah.

Pemantauan IOD menunjukkan kondisi positif. Ini berarti kekeringan yang terjadi di wilayah barat Indonesia akan semakin parah.


3. SST (Sea Surface Temperature)

Sea Surface Temperature atau suhu permukaan laut merupakan bagian penting dalam pengendali iklim di Indonesia. Kondisi iklim di Indonesia sangat dikontrol oleh kondisi suhu muka air laut di Samudera Hindia sebelah barat hingga barat daya Pulau Sumatera dan di Samudera Pasifik, serta di perairan laut Indonesia. Hal ini ditegaskan oleh Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Dwikorita Karnawati, di situs resmi BMKG.

Ketika suhu permukaan laut di Indonesia masih dingin, penguapan yang berpotensi bagi pertumbuhan awan-awan hujan tentunya menjadi amat minim. Kalau  suhu muka laut tidak dalam kondisi cukup panas, maka tidak ada penguapan, sedangkan awan itu terbentuk paling banyak dari penguapan air laut.


4. Monsun (angin)

Awal musim hujan erat kaitannya dengan mulai dominannya Monsun Asia (angin baratan) yang mengalirkan udara basah dari Benua Asia melewati wilayah Indonesia dan bergerak menuju benua Australia.

Prediksi dari BMKG menyatakan peralihan angin timuran menjadi angin baratan (Monsun Asia) pada tahun ini akan terlambat. Monsun Asia akan datang ke Indonesia dimulai dari wilayah Sumatera bagian utara pada bulan November 2019, lalu wilayah Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi pada Desember 2019. Pada Januari 2020, Monsun Asia diprediksi telah dominan aktif di seluruh wilayah Indonesia. Perubahan angin timur (kering) menjadi angin barat (basah) juga terlambat dan baru aktif di November 2019.


5. MJO (Madden Julian Oscillation)

MJO adalah gangguan atmosfer di atas equator skala luas yang bergerak dari barat Samudra Hindia hingga timur Samudra Pasifik. MJO menggangu periode musim yang sedang berjalan, diistilah kan sebagai Subseasonal to Seasonal (S2S).

Ketika fase MJO aktif dan bergerak di atas wilayah Indonesia, fenomena yang menggangu ialah wilayah Indonesia akan basah (bertambah basah). Sebaliknya setelah MJO melewati wilayah Indonesia dan bergerak menuju laut pasifik maka yang terjadi adalah hujan akan berkurang, bahkan semakin bertambah kering.

Biasanya periode siklus MJO terjadinya 40-60 harian, terus bergerak dari barat ke timur. Ketika melintas di wilayah Indonesia pada fase 4 dan 5, waktunya pendek sekitar 3-4 hari. Ketika meninggalkan wilayah Indonesia, MJO justru membuat curah hujan berkurang atau kering selama berapa hari meskipun sedang musim hujan.



Krisis Air di Indonesia, Tinjauan Koalisi Rakyat untuk Hak Atas Air (KRuHA)


Rasanya tak percaya aja nih negara kita yang dua pertiga wilayahnya terdiri atas lautan kok bisa gitu ya mengalami kekeringan di beberapa wilayah. Tapi kenyataannya ya, ketersediaan air di pulau Jawa, Bali, Nusa Tenggara akan makin langka hingga 2030.




Melalui siarannya di Ruang Publik edisi Antisipasi Ancaman Bencana Kekeringan 2020, Kantor Berita Radio (KBR) dipandu Don Brady menyatakan bahwa langkanya air ini tertera dalam catatan rencana pembangunan jangka menengah nasional 2020-2024 yg dikeluarkan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).

Prediksi krisis air mengancam hampir 10% wilayah Indonesia atau setara 2 kali luas pulau Jawa.  Omaigaaat... ngeri sekeleus yaaa... πŸ˜”

Kualitas air juga diperkirakan menurun signifikan. WHO menyebut krisis air ini merupakan dampak terjadinya perubahan iklim ekstrem.

Lalu bagaimana pemenuhan hak masyarakat di wilayah yang mengalami krisis air? Upaya apa saja yg bisa dilakukan masyarakat untuk mencegah terjadinya kekeringan baik di kota maupun desa?

Salah satu narasumber, Muhammad Reza, koordinator Koalisi Rakyat untuk Hak Atas Air (KRuHA) menyampaikan bahwa saat ini Indonesia mengalami 2 ancaman yang serius, yaitu Covid dan kemarau.

Ketika krisis air mulai mengemuka, hal ini tak hanya terjadi di Indonesia saja. Secara global krisis air melanda dunia karena kondisi air yang saling terhubung. Air punya siklus alami, mulai dari air laut, naik ke awan dan turun menjadi hujan atau air tawar yang kita ketahui.

Menurut Muhammad Reza, ada 2 pandangan yang bisa digunakan untuk menyikapi krisis air ini, yaitu:

1. Krisis Air sebagai Kelangkaan

Jika dilihat dari sisi campur tangan manusia, kelangkaan air jelas berbeda dengan kelangkaan hasil alam lainnya, misalnya nih kelangkaan beras. Kita masih bisa mencari solusi kelangkaan beras dengan cara intensifikasi produksi.

Namun tidak begitu halya dengan air. Air diproduksi secara alami oleh alam dan jumlahnya konstan. Seperti yang kita ketahui, bumi ini kandungan utamanya air, sama dengan manusia.


2. Krisis Air sebagai Ketidakadilan

Krisis air di Indonesia tentu saja berbeda dengan yang terjadi Timor Tengah atau di Afrika, dimana di sana memang debit airnya tak sebagus di Indonesia. Di negara kita, produksi air yang konstan itu dirusak dengan adanya privatisasi.

Kita mengalami krisis air akibat tidak disiplin dalam penggunaannya. Ya kan mumpung gratis. Gitu kalik ya yang terlintas di benak kita.

Konsep ketidakadilan yang disampaikan Mas Reza ini mengarah pada kesalahan manajemen air. Privatisasi air makin memperparah keadaan. Jika di Malaysia pemerintah concern dengan para petani yang menjadi pihak paling menderita ketika krisis air terjadi, Mas Reza menilai hal ini tidak terjadi di Indonesia. Pergerakan air malah diserahkan kepada mekanisme pasar.


Dari tahun 1975 sampai sekarang eskalasi perubahan iklim kian tinggi. Kita tak bisa lagi memprediksi dengan benar kapan akan terjadi  musim kemarau dan hujan. Situasi menjadi kacau sekali, ada wilayah tertentu yang mengalami kemarau panas luar biasa, tapi di saat bersamaan ada juga yang mengalami hujan deras hingga terjadi banjir dimana-mana.

Kalau kita mau melihat dengan cermat, sebenarnya Indonesia tuh termasuk wilayah yang cukup lembap dengan curah hujan yang cukup tinggi. Bahkan jika dihitung-hitung, jatah pemakaian air di Indonesia bisa mencapai 9 kali lipat dari jatah air dunia. Tapi faktanya ada 119 juta orang Indonesia yang kesulitan untuk mendapatkan air bersih.




Yayasan Air Kita, Gerakan Akar Rumput untuk Sosialisasi Pelestarian Air  


Tak hanya mengundang narasumber berkompeten dari KRuHA saja, KBR juga menghadirkan Cak Purwanto dari Jombang, Jawa Timur yang mewakili Yayasan Air Kita (YAK).


Ruang Publik KBR edisi Antisipasi Ancaman Bencana Kekeringan, ki-ka: Don Brady, Muhammad Reza
Bawah: Cak Purwanto, sumber : youtube Berita KBR

YAK merupakan lembaga non profit yang berdiri sejak 2017, bergerak di bidang keagamaan, sosial, dan pendidikan non formal bagi anak-anak. Pergerakannya berfokus pada sosialisasi pemanfaatan atau pelestarian air, khususnya air hujan.

Selama hampir 4 tahun ini YAK terus bergerak mensosialiasikan manfaat air hujan. Air hujan yang ditampung difokuskan utk air minum. Menurut Cak Purwanto, harus ada pola tertentu yang diedukasikan kepada masyarakat tentang hal ini.

YAK memang mengambil basis gerakan akar rumput, gerakan yang dilakukan langsung ke dalam masyarakat hingga lapisan terbawah. Gerakan yang dilakukan yayasan ini menjangkau hingga ke kampung, sekolah, dan kampus.

Meski Indonesia termasuk negara yang kaya akan air seperti yang disampaikan oleh Mas Reza tadi, namun ternyata di Jombang sendiri ada 6 kecamatan yang setiap tahunnya krisis air bersih. Mengapa hal ini terjadi?

Menurut Cak Purwanto, ada 3 faktor yang menjadi penyebabnya:
  1. Perubahan iklim 
  2. Faktor biologi, kondisi tanah di daerah yg kekeringan 
  3. Ulah oknum yg merusak lingkungan terutama kerusakan hutan yang berpengaruh terhadap sumber air 
Pendekatan yang dilakukan YAK melalui sektor pendidikan non formal, dimulai dari usia dini, yaitu sejak dari TK hingga level SMA. YAK melakukan aktivitas melalui beberapa kelompok belajar. Di sini lah YAK mengajak para generasi muda ini untuk memiliki kebiasaan baik. Melalui jalur kesenian YAK menyampaikan materi selain kebutuhan sekolah. Salah satunya tentang pelestarian air tanah maupun air hujan.

Anak-anak kecil itu dihimpun dalam kelompok kesenian. Bahkan diajak untuk pagelaran wayang beber. Melalui aktivitas ini YAK ingin menanamkan sejak dini tentang pelestarian budaya sekaligus media pembelajaran bagi anak-anak seputar pelestarian lingkungan.

Luar biasa ya. Salut dengan Cak Purwanto dan YAK untuk upaya tiada lelah dalam menggerakkan partisipasi masyarakat agar mandiri dalam mengelola air.

Nah, untuk diri kita sendiri, sudah melakukan apa saja untuk bijak dalam mengelola air agar tidak memperparah krisis air yang terjadi?



Bijak Kelola Air, Antisipasi Nyata dalam Menghadapi Krisis Air


Krisis air yang terjadi menjadikan Indonesia memiliki kualitas sanitasi yang buruk. Banyak dampak negatif yang bisa timbul akibat buruknya sanitasi ini, salah satunya yaitu terjadinya stunting.

Stunting merupakan kondisi di mana tinggi badan seseorang jauh lebih pendek dibandingkan tinggi badan orang seusianya. Penyebab utama stunting adalah kekurangan gizi kronis sejak bayi dalam kandungan hingga masa awal anak lahir yang biasanya tampak setelah anak berusia 2 tahun.

Selain faktor gizi, pengaruh akses sanitasi dan air bersih juga berpengaruh dalam laju stunting di suatu wilayah. juga karena pengaruh air dan sanitasi yang buruk. Sungguh miris ya, kita ini kan ada di wilayah surga yang kaya akan air, tapi justru pengelolaan airnya masih buruk.

Badan Nasional Penanggulangan Bencana memprediksi tahun ini 30% wilayah Indonesia akan mengalami kemarau panjang. Posisi kita cukup rentan karena berada di khatulistiwa. Meskipun memiliki sumber air melimpah (peringkat 4 di dunia setelah Brasil, Canada dan Rusia), tapi kok malah mengalami kekeringan.

Padahal jika kita mau menelisik, apa yang terjadi di Indonesia bukanlah krisis air seperti di Afrika yang memang kondisinya minim air. Masih menurut Mas Reza dari KRuHA, krisis air di sini lebih kepada krisis pengelolaan, alias salah manajemen.

Beberapa wilayah yang memiliki ketahanan air (persediaan air melimpah) malah dihancurkan dan dijadikan waduk. Pemikiran ini dikenal dengan sebutan hidrosentrik, menyelesaikan problema pengairan melalui pembuatan bangunan dengan disemen.

Salah satu contoh nyata terjadi di Pegunungan Kendeng, sekitar DAS Juwana. Di tempat ini setiap tahun banjir terjadi ketika musim hujan, pun selalu kekeringan saat kemarau. Aneh kan mengingat Pegunungan Kendeng ini merupakan wilayah dengan tampungan air alami.

Beberapa dampak yang nyata terlihat akibat krisis air:
  1. Dehidrasi. Masyarakat mengalami kekurangan air bersih secara luar biasa, bahkan untuk memenuhi kebutuhan minum pun terasa sulit.
  2. Buruknya Sanitasi. Selain kekurangan air bersih untuk dikonsumsi, krisis air yang berkelanjutan membuat kondisi masyarakat akan kesulitan memperoleh akses atas sanitasi yang memadai. 
  3. Stunting. Seperti sudah disebutkan di atas, salah satu faktor penyebab munculnya stunting selain gizi buruk, juga rendahnya kualitas air.
  4. Perubahan Pola Pertanian. Pada musim tertentu para petani sudah memiliki jadwal tanam yang dilakukannya secara teratur selama bertahun-tahun. Namun bencana kekeringan membuat para petani menderita dalam memenuhi jadwal tanam mereka.

Selain menyuarakan aspirasi rakyat kepada pemerintah untuk memperbaiki kebijakan, tak ada salahnya kita mulai bergerak untuk mengelola air di sekitar kita. Mulailah dari diri sendiri.

Yang bisa kita lakukan dari diri sendiri untuk membantu mengurangi krisis air ini lebih kepada praktek penggunaan air dalam keseharian. Ada 5 cara mudah yang bisa kita lakukan untuk mulai membiasakan diri bijak kelola air:




1. Gunakan shower dan keran yang hemat air

Tahukah teman jika kebiasaan mandi menggunakan gayung bisa menghabiskan sekitar 15 liter air. Mandi dengan shower ternyata bisa menghemat air lebih dari 60%.


2. Siram tanaman di pagi hari 

Ketika siang hari tanaman yang kita miliki memang akan menampakkan tanda-tanda kekeringan. Bawaannya pengin segera menyiramnya agar tanaman menjadi segar.

Padahal menyiram tanaman pada siang hari akan membuat air menguap sebelum diserap. Lebih baik menyiram tanaman di pagi hari ataupun sore sehingga air yang kita gunakan pun akan lebih maksimal dan tidak buang-buang air.


3. Matikan keran ketika mencuci tangan dan menyikat gigi 

Masihkah kita menjadi orang yang abai atas penggunaan air dengan lupa mematikan keran ketika mencuci tangan ataupun menyikat gigi? Hayooo... mari kita jujur pada diri sendiri.

Terkadang di tempat umum, misal mall ataupun tempat makan, kita masih sering melihat orang mencuci tangan dengan membiarkan air dari keran terus mengucur ketika sedang menggosok tangan dengan sabun. Perilaku yang sepertinya sepele ini jika dilakukan oleh jutaan orang, bisa dibayangkan betapa borosnya penggunaan air.

Di rumah kita bisa mulai membatasi penggunaan air ketika mencuci tangan dan menyikat gigi. Gunakan gelas atau gayung untuk menampung air. Dengan melakukan hal ini, kita bisa menghemat 11 liter air per hari. Banyak loh itu. Coba bandingkan dengan kebutuhan minum kita yang hanya 2 liter per hari, buanyaaakk banget kan kita buang-buang air jika tak mau peduli dalam sikap bijak kelola air ini.


4. Bijaksana menggunakan air ketika mencuci pakaian 

Cucilah pakaian saat tumpukan baju cukup banyak dan sesuai kapasitas mesin. Menggunakan mesin cuci yang hemat air dapat menghemat 11.400-34.000 liter air per tahun.


5. Mengurangi siraman air pada kloset 

Minimalkan penggunaan siraman pada toilet duduk. Jika bau dan kotoran sudah hilang, tidak perlu menyiram toilet lagi. Gunakan kloset dengan pilihan penyiram ganda yang saat ini banyak di pasaran.


Selain kelima upaya pribadi yang mudah sekali untuk diterapkan tadi, ada beberapa langkah untuk mengatasi krisis air yang mengarah pada bencana kekeringan. Saat browsing aku menemukan di laman BPBD Provinsi Banten tentang tips siaga bencana kekeringan. 


Tips pra bencana maupun saat terjadi bencana ini bisa kita jadikan langkah untuk mengantisipasi krisis air berkepanjangan yang kian mengancam kehidupan kita.

Thousands have lived without love, not one with water
-H. Auden-


Saya sudah berbagi pengalaman soal climate change. Anda juga bisa berbagi dengan mengikuti lomba blog "Climate Change" yang diselenggaraakan KBR (Kantor Berita Radio) dan Ibu-Ibu Doyan Nulis. 
Syaratnya, bisa Anda lihat di sini: https://bit.ly/LombaBlogPerubahanIklimKBRIxIIDN

-------
Sumber referensi:
  • https://sains.kompas.com/read/2019/08/20/200600123/bmkg-jelaskan-penyebab-musim-hujan-2019-2020-di-indonesia-terlambat
  • https://inet.detik.com/science/d-4768746/prediksi-musim-hujan-dan-kemarau-2020-apa-ada-anomali
  • Ruang Publik kbrprime.id edisi Antisipasi Ancaman Bencana Kekeringan 2020
  • https://bpbd.bantenprov.go.id/id/read/siaga-bencana-kekeringan.html
  • https://www.fimela.com/beauty-health/read/3779137/selamat-hari-air-dunia-begini-cara-bijak-menggunakan-air
  • https://productnation.co/id/lifestyle/20278/cara-menghemat-air-bijak-indonesia/


40 komentar:

  1. Saya juga heran, kenapa negeri ini yang mayoritas lautan kok bisa kekurangan air.
    Tempat saya saja, sumur dalamnya kayak ampun. Seandainya ada air, keruh. Coklat warnanya.

    BalasHapus
  2. Ditempatku udah mulai kecil nih, kalo tetangga2 malah udah ga ada, alhamdulillah meski kecil tapi teruus ada aja nih, Huhuhu air beneran penting buat mamak2 , kalo ga ada rasanya sepparuh jiwa hilang.

    Semoga kita bisa bijak mengelola air mulai dari hal2 keciil aja. Yuk...Yuk..!

    BalasHapus
  3. iyaya kita kok kekeringan juga. Dan baru tau bisa stunting ya mba. Ya Allah, negeri kita kan kaya. Hemat air mulai dari rumah sendiri.. wah nyiram tanaman pagi hari ya mba.. siaaaaap

    BalasHapus
  4. Sumur di rumahku airnya bau, entah napa air tanahnya kurang bagus.
    Tapi cara menghemat air udah aku usahakan sih, kayak yang ditulis di atas. Matikan kran kalo sikat gigi, sayang airnya kalo luber-luber

    BalasHapus
  5. Iya mba. Sekarang aja udah mulai kerasa lagi gerahnya. Aku udah mulai deg-degan nih ntar lagi musim kemarau. Soalnya di rumah aku pernah sampai nggak ada air sedangkan yang jual air keliling nggak ada. Paniklah aku sampai akhirnya minta ke tetangga. Jujur mau musim kemarau bkin deg-degan kekeringan sedangkan musim hujan eh malah banjir coba. Jadi serba salah. Emang bumi begini karena ada campur tangan manusia yang boros air, nggak ada penyerapan, pohon ditebang dan lain-lain. Hiks sedih aku ama parnoan juga jadinya mba ama bumi kita

    BalasHapus
  6. Sudah sebulan kering di daerah aku mbak dan baru minggu ini hujan mulai datang dan rasanya segar banget. Makanya selalu paling cerewet kalau keran terbuka juga kalau mandi dengan air yang berlebihan. Apalagi suka sedih di beberapa daerah yang kekeringan air mbak.

    BalasHapus
  7. Iya Mba.harus betul2 bijak mengelola air jadi inget waktu zaman kekeringan dulu, duh reoit sekali ga ada air itu..Jadidiingatkan harus betul2 menjaga dan mengelolanya...

    BalasHapus
  8. Ternyata mandi pakai shower lebih hemat air ya dibanding pakai gayung. Di rumah mandi masih pakai gayung. Salah satu cara menghemat air ya saat gosok gigi atau cuci tangan seperti penjelasan di atas. Kelihatannya sepele, tapi bisa hemat air banyak ya, apalagi situasi sekarang kan cuci tangan jadi lebih sering.

    BalasHapus
  9. Sepertinya memang bakal musim kekeringan yah tahun ini, di kampung paksu saja, para petani lambat menggarap saya krna hujan lambat turun sprti biasanya

    BalasHapus
  10. iya nih sekarang sekarang wajib banget bijak menggunakan air bersih yaa, walaupun rumah ku deket mata air dan air selalu melimpah, tetep harus hemat air bersih

    BalasHapus
  11. Sangat miris kalau negeri tercinta ini sampai mengalami krisis air ya, mba.
    Secara hutan tropis yang merupakan tempat penyimpan air yang baik, ada. Sebagaian besar wilayahnya jg terdiri dari perairan.
    Semoga kita semua mulai mengelola air secara bijak agar tak kekeringan di musim kemarau dan kebanjiran di musim penghujan.

    BalasHapus
  12. aku juga deg2an nih mbak, kalau kemarau di rumahku sering kering, airnya kalah sama tetangga kiri kanan depan belakang yang punya sumur bor *eh jadi curcol hahahaa

    BalasHapus
  13. Dulu tu jelas ya, bulan ini sampai ini kemarau, bulan itu sampai itu penghujan. Sekarang nggak jelas kapan penghujan kapan kemarau. Kalau daerahku sih alhamdulillah air PDAM kencang sepanjang tahun. Kabarnya karena pemda sini kaya, jadi beli sumber air di daerah sebelah. Cuma beberapa waktu mengejutkan banget, jalan raya dekat rumahku banjir. Meski kampungku nggak kena tapi heran gitu karena sini dataran tinggi.

    BalasHapus
  14. Di daerah-daerah provinsi lain yang masih memiliki lahan hutan dan bisa ditanami kembali untuk reboisasi ada harapan air bisa didatangkan kembali. Sayang di Batam, kami hanya mengandalkan air hujan. Hutan sudah dibabat habis dan sudah tidak memenuhi lagi kriteria presentase perbandingan hutan dan pemukiman yang seharusnya. Sumber air kami murni dari hujan yang ditampung di danau-danau buatan. Jadi jika hujan tidak terjadi, kemarau panjang melanda, maka kami terancam kekurangan air.

    BalasHapus
  15. Kalau belum merasakan kekeringan atau air ga lancar kayaknya belum nyadar bahwa perlu bijak menggunakan air.
    Ini salah satu kebiasaan baik yang kami bahas di rumah, membayangkan gimana kalau air bersih di bumi habis padahal air itu penting buat kehidupan.
    Trus ide wayang beber buat edukasi itu menarik, loh!

    BalasHapus
  16. Dulu kalau masuk bulan yang ada Ber Ber musim hujan tapi skr Februari maret aja hujan deras sampai banjir ya. ALhamdulillah kalau mesin cuci udah hemat air banget ini di rumah. Tapi aku pernah baca katanay bersihin rumah itu bisa menghabiskan air banyak, ini bener atau gak ya?

    BalasHapus
  17. Terasa sekali olehku air kudu beli yg 1 tangki besar lumayan juga mba akhirnya budaya hematbair ya sampe skrg krn kerasa bgt wktu itu susahnya air

    BalasHapus
  18. Musim kemarau dan penghujan di Indonesia atau kayaknya di dunia sekarang siklusnya mulai agak gak bisa ditebak. Tulisannya Mbak ini nambah ilmu pengetahuan banget hehehe konten bergizi. Kita harus bijak mengelola dan menggunakan air karena persediaan air tanah itu nggak selamanya melimpah.

    BalasHapus
  19. Ini nih yang suka lupa. Mentang-mentang air di rumah selalu banyak, orang-orang pakenya seenaknya. Walopun gratis dari sumur, tapi sumber daya milih bersama ya. Milik orang sebumi. Semoga jadi reminder deh ini. :(

    BalasHapus
  20. Lega baca artikel ini karena sekarang sudah ada lembaga yang secara konsen melakukan gerakan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya mengelola air mulai sekarang. Beberapa waktu lalu, saat aku mewawancara salah seorang ahli yang fokus pada bahaya perubahan iklim dan ancaman kekeringan, memang disebutkan sih, kalau manusia tak berhati-hati dalam memanfaatkan air, juga menjaga keseimbangan alam, maka jangan kaget suatu hari nanti mencari setitik air sama seperti mencari berlian. Susahnya minta ampun.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nah ini, aku pun pernah lihat video masa depan yang mungkin sudah susah air. Jika sekarang tidak bijak memakainya. Semoga hari itu tidak pernah terjadi. Sedih membayangkan bumi tanpa air.

      Hapus
  21. Meskipun kelihatannya melimpah, air tetap harus kita jaga ya. Biar awet sampai anak cucu...perilaku hemat air harus dibiasakan sejak dini. Biar menjadi budaya keluarga dan masyarakat.

    BalasHapus
  22. Waduh, di rumahku masih mandi pakai air di bak mandi dan gayung. Mesti mulai dipikirin untuk renov kamar mandi nih.
    Yogya cuacanya bisa berhari-hari panas, sesekali hujan. Aku pun kalau nyiram tanaman mesti pagi hari.

    BalasHapus
  23. Sedih banget kalau dengar cerita teman yang daerah rumahnya susah air, kebayang betapa susahnya ngga ada air untuk sehari-hari..

    BalasHapus
  24. Iyah mba Uniek, pernah di sini, musim hujan, tapi air PAM nggak ngalir sekomplek, ya ampun sampai bingung, itu tandanya memang kekurangan air bersih ya, dan saat hujan, air tidak diserap tanah hingga kekurangan air tanah, moga kita bisa menjaga lingkungan hingga air terseria ya

    BalasHapus
  25. hhuhuh air di aku mahalnya ampun mbak karena kena daerah mahal soale bisa 400an ribu sebulan. Itu dah irit-irit biar ga banyak pengeluaran :"(
    Cuma memang harus hemat air kita ya mbak jangan sampai nanti kebingungan sama air anak cucu

    BalasHapus
  26. Beberapa waktu lalu di tempat ortuku agak mengering tuh airnya jadi banyak rumah yang melakukan pengeboran ulang pompanya. Harus mulai bijak menggunakan air ya

    BalasHapus
  27. suka nggak puas mba mandi pake pancuran, tetap aja nyari gayung, ahahah. di rumah pun begitu, pancuran hidup, eh gayung juga ngeguyur, ahaha.

    BalasHapus
  28. Penggunaan air nih yang kadang masih suka susah banget di rumahku, karena anakku masih senang banget main air. Kita memang harus menjaga bumi juga agar tidak kehilangan air, agar penerus kita bisa menikmati air.

    BalasHapus
  29. baru aja kemarin aku ngobrol bareng suami sekarang nggak kayak dulu musim hujan dan kemaraunya bergantian 5-6 bulan sekali, sekarang musim hujan dan panas nggak bisa ditebak ya.. pernah ngerasain kekeringan air nggak keluar sama sekali dan akhirnya beli air :)

    BalasHapus
  30. Di rumah, alhamdulillah sudah bisa bijak terhadap penggunaan air. Karena toren pernah mati seminggu. Jadi kudu bolak balik nyelang air ke tetangga.

    BalasHapus
  31. Kalo urusan air aku galak banget di rumah. Meskipun air bersih melimpah tapi kudu hemat. Untungnya kiri kanan banyak kebun dan pohon besar air bersih terjaga insya Allah

    BalasHapus
  32. Tempatku tinggal airnya melimpah.. jadi kadang aku khilaf untuk bijak memakai air.. hiks.. Jadi masih tahap. belajar terus untuk bener2 pakai air gak berlebihan

    BalasHapus
  33. senang banget baca artikel lengkap gini. di rumah anak-anak nih suka maenan air. tapi tetap harus ada atasan, sedih kalau mulai susah air, tetanggaku juga mengeluh susah air.

    BalasHapus
  34. Dengan masih banyaknya hutan dan kawasan pedesaan seharusnya kita bisa banget untuk mengelola dan menyediakan air bersih. Tapi sayang belum ada kordinasi antara pusat dan daerah sehingga ketika kemarau tiba, banyak daerah yang kekeringan padahal berpotensi banget untuk menympan cadangan air tanah.

    BalasHapus
  35. perubahan pola pertanian itu membahayakan. yg mestinya panen, jd gak bisa panen karena masa tanam baru dimulai. akhirnya bisa2 bahan pangan melonjak nih harganya

    BalasHapus
  36. Aku pernah tinggal di daerah yang sulit sekali air.
    Jadi paham betul bagaimana rasanya gak punya air.
    Alhamdulillah, sekarang berada di tempat yang mudah air, tapi habit kami sudah terbentuk sebelumnya.

    Semoga banyak orang yang sadar bahwa pentingnya saling menjaga kebutuhan air bersih.

    BalasHapus
  37. Alhamdulillah sekarang dirumahku udah bijak dalam penggunaan air, kalo dulu sering kebuang air karena ada ponakan yang demen mandi pake bak mandi tinggal di rumah mama

    BalasHapus
  38. Penggunaan air memang harus bijak banget, ga ada air ambyar semua. Saya paling bete kalau pas gak ada air huhuhu.

    BalasHapus
  39. Dapat ilmu baru di sini. Dan tulisannya juga menarik. Aku baru tau istilah IOD itu, pas sekolah ngertinya angin monsun, terus pas panas gila-gilaan tahun 2017 itu baru kenal yang namanya El Nino La Nina. Banyak faktornya ternyata ya

    BalasHapus