Kadang saya, atau mungkin juga banyak ibu rumah tangga (IRT) lainnya merasa tiap hari hanya menjalankan rutinitas saja. Rutinitas seputar dapur, sekolah anak, dan urusan belanja harian.
Di antara kesibukan mengurus rumah, mudah sekali bagi kita untuk terjebak dalam zona otomatis, di mana interaksi dengan orang lain seperti penjual di pasar atau kasir di minimarket, hanya berupa transaksi belaka.
Namun beberapa waktu lalu, saya menemukan sebuah kenyataan sederhana yang tidak dapat saya pungkiri. Ternyata, kebaikan sekecil apa pun, memiliki daya tular yang luar biasa, loh. Kebaikan ini mampu mengubah hari yang muram menjadi cerah.
Kisah ini berawal dari interaksi saya dengan seorang pedagang sayur langganan yang tiap hari lewat di depan rumah.
Kebaikan Kecil di Lapak Sayur
Setiap pagi (selain hari Minggu), Bu Siti, sebut saja begitu, selalu datang dan berputar dari gang ke gang, menjajakan sayur-mayur, ikan, tahu, tempe dan berbagai barang belanjaan lainnya. Pagi itu, Bu Siti terlihat berbeda. Wajahnya yang biasanya ramah terlihat kuyu dan lelah. Pandangannya menerawang, dan senyumnya hilang. Ia menjawab pertanyaan saya tentang harga kangkung dengan nada datar.
Saya bisa saja menyelesaikan transaksi dengan cepat, mengambil sayur, membayar, dan segera berlalu. Entah mengapa, saya memutuskan untuk chit chat sejenak.
“Kangkungnya ketok (kelihatan) seger banget, Yu. Gini tuh sampeyan kulakan jam berapa to? Pasti pagi buta ya? Ijek (masih) semangat ya Yu. Aku loh nembe tangi yah mene (baru bangun jam segini) rasanya loyo banget”
Sepetik kalimat itu membuat Bu Siti yang awalnya menunduk, mengangkat wajahnya. Ada jeda singkat. Lalu, sudut bibirnya sedikit terangkat. Dia bercerita tentang beratnya mengawali hari itu. Harus ke pasar jam 2 pagi untuk kulakan, sedangkan badannya masih terasa pegal semua gara-gara terjatuh di lantai kamar mandi malam sebelumnya.
Gaya bercerita Bu Siti yang darderdor pun mengalir lah. Wajahnya yang tadinya bete pun berangsur-angsur kembali seperti biasanya. Cengengesan dan banyak tertawa. Ketika membungkus belanjaan saya, gerakannya kembali cekatan. Bahkan ditambahkannya beberapa sachet bumbu masak untuk saya dengan mata berbinar. "Mpun niki mboten usah dibayar" (Yang ini tidak usah bayar).
Saya menyelesaikan belanjaan dengan hati yang ringan. Tetapi kisah ini tidak berhenti di situ. Rupa-rupanya efek baik suntikan semangat kepada Bu Siti ini baru saja mulai bekerja.
Efek Domino Kebaikan
Ketika saya beranjak ke ujung kereta belanjanya untuk melihat tahu susu yang sepertinya menarik minat, saya memperhatikan Bu Siti mulai berinteraksi dengan pembeli berikutnya.
1. Kebaikan Berpindah dari Penjual ke Pembeli
Pembeli berikutnya adalah seorang ibu muda yang tampak terburu-buru. Biasanya, Bu Siti yang lelah akan melayaninya seadanya. Tapi kali ini, saya melihat sebuah perbedaan.
“Mau buat sop, Bu?” tanya Bu Siti ramah sambil memilihkan wortel terbaik. “Ini wortelnya manis lho, Bu, dipilihkan yang paling segar.”
Ibu muda itu, yang awalnya tampak tegang, tersenyum dan mengangguk. Interaksi mereka jauh lebih hangat dan personal daripada transaksi yang saya saksikan beberapa menit sebelumnya. Sikap saya yang sederhana telah mengembalikan mood Bu Siti, yang kini menjadi sumber energi positif bagi pembeli selanjutnya.
2. Kebaikan Berpindah dari Pembeli ke Pembeli Lain
Ada lagi pembeli berikutnya nih. Seorang ibu sepuh datang dan bertanya tentang harga sebungkus buncis, namun ternyata ia hanya membawa uang tunai pas-pasan. Uangnya kurang Rp2.000 untuk membeli buncis dan tempe yang ia inginkan.
Biasanya, kondisi ini bisa berakhir dengan tawar-menawar yang membuat suasana hati kurang enak atau ibu itu harus mengurungkan niat membeli salah satu bahan. Apa yang terjadi kemudian?
Ibu muda yang beli sop tadi menghampiri si ibu sepuh sembari mengulurkan selembar uang dua ribu dari kembalian belanjaannya. "Ini bu, pas ada selembar tadi susuk (kembalian) dari Bu Siti. Diagem mawon (Dipakai saja)."
Si ibu sepuh kaget, wajahnya berbinar-binar penuh terima kasih.
3. Kebaikan Menjadi Inspirasi Pribadi
Saat saya menyaksikan pemandangan itu, saya merasakan lonjakan kebahagiaan. Saya tidak menyangka bahwa ucapan sederhana tentang kangkung segar bisa menghasilkan efek domino sedemikian rupa:
Saya memberi apresiasi ke Bu Siti.
Bu Siti menjadi bersemangat dan ramah ke ibu muda.
Ibu muda menjadi dermawan dan ikhlas kepada si ibu sepuh.
Momen ini membuat saya tersadar dan meyakini satu hal: sebarkan kebaikan kecil di mana pun saya berada.
Membangun Budaya Kebaikan di Rumah dan Komunitas
Jika kebaikan kecil bisa mengubah suasana lapak sayur, bayangkan dampaknya di lingkungan yang lebih intim seperti rumah kita. Apalagi bagi kita sebagai ibu nih, jantung emosional keluarga.
Bagaimana kita bisa menerapkan kebaikan menular ini?
Kebaikan di Rumah (Inti Penularan)
Dalam berbagai ilmu parenting telah dibahas tentang efek baik memberikan pujian kepada anak. Coba berikan pujian spesifik, tidak hanya mengatakan "Anak pintar."
Coba deh katakan, "Mama suka caramu membantu Adik membereskan mainannya tadi. Keren deh Kakak sudah bisa mempraktekkan cara untuk bertanggung jawab."
Anak yang terbiasa diberikan tanggung jawab sejak kecil akan lebih mengapreasiasi saat-saat dirinya dibantu oleh orangtuanya. Misalnya nih saat piket si anak sulung untuk mencuci piring, justru ibu yang melakukannya meskipun itu bukan gilirannya, dengan alasan si sulung sedang membuat tugas sekolah yang cukup banyak hari itu. Kebaikan ini menciptakan rasa terima kasih yang membuat si anak lebih cenderung melakukan hal baik tak terduga untuk keluarganya di kemudian hari.
Hal baik lainnya yang bisa dilakukan orangtua adalah mendengarkan dengan seksama ketika anak hendak bercerita. Singkirkan ponsel saat mereka ingin berbagi cerita tentang hari mereka. Perhatian penuh adalah bentuk kebaikan tertinggi.
Kebaikan di Komunitas/Lingkungan (Jaringan Penularan)
Beberapa contoh nyata yang sering terjadi di lingkungan sekitar kita:
- Senyum kepada petugas
Tersenyum dan mengucapkan terima kasih tulus kepada petugas kebersihan, keamanan, atau tukang pos bisa menjadi bentuk validasi pekerjaan mereka yang sering dianggap remeh. Hal ringan yang menyenangkan, toh?
- Menahan pintu
Tindakan kecil menahan pintu lift atau pintu masuk ke toko membuat orang yang berada di belakang kita merasa dimanusiakan.
- Memberi jalan
Saat mengemudi, memberikan kesempatan kepada mobil lain untuk masuk ke jalur kita dengan lambaian tangan. Apa yang kita lakukan ini dapat mengurangi stres dan meningkatkan kesabaran kolektif.
Psikologi di Balik Kebaikan yang Menular
Mengapa kebaikan begitu cepat menular?
Secara ilmiah, ini terkait dengan Oksitosin, yang sering disebut 'hormon cinta' atau 'hormon ikatan'. Ketika kita melakukan kebaikan, tubuh kita melepaskan oksitosin, yang membuat kita merasa bahagia dan memperkuat ikatan sosial.
Orang yang menyaksikan kebaikan atau menerima kebaikan merasakan lonjakan emosi positif ini. Perasaan ini memicu timbal balik yang terasa wajar untuk dilakukan (generalized reciprocity). Ketika seseorang merasa baik, maka ia ingin mempertahankan perasaan itu dengan melakukan kebaikan kepada orang lain. Kebaikan ini terus bergulir, seperti bola salju yang membesar.
Investasi Terkecil, Keuntungan Terbesar
Sejak hari itu, saya menyadari bahwa menjadi seorang ibu rumah tangga bukan hanya tentang mengelola rumah, tetapi juga tentang mengelola energi emosional di sekitar saya. Kebaikan kecil, seperti memberikan pujian pada tukang sayur maupun anak di rumah, adalah investasi emosional terkecil dengan potensi keuntungan sosial terbesar.
Mari kita berhenti sejenak dari kesibukan kita.
Lihatlah orang-orang di sekitar kita. Penjual yang lelah, tetangga yang murung, atau anak yang diam. Coba lakukan satu kebaikan kecil hari ini.
Mungkin, ucapan sederhana kita akan menjadi percikan yang menyalakan semangat bagi orang lain, menciptakan rantai kebaikan yang akan menyebar hingga ke sudut terjauh.
Mulai sekarang, jadikanlah kebaikan bukan sekadar pilihan, melainkan kebiasaan. Satu senyuman yang menular pada satu waktu. Dan lihatlah bagaimana dunia di sekitar kita mulai berubah. Ada harapan kebaikan di tengah tak menentunya situasi negara.



Tidak ada komentar:
Posting Komentar