15 Januari 2014

Sempurnanya Keterbatasan Kita

Belahan jiwaku, sedang apakah saat ini engkau ratusan kilometer di sana? Saat laki-laki lain telah tiba di rumah dengan lega, kau masih berada nun jauh dari sisiku. Menempuh jarak yang terentang, demi secercah masa depan keluarga kita.

Tau kah kau wahai soulmate terkasih, aku juga baru saja pulang ke rumah. Si sulung masih mengaji di mushola depan rumah, sedangkan si adek baru selesai mandi. Tubuhnya wangi sekali. Bau minyak telonnya itu sungguh sedap untuk diciumi. Sayang sekali, bukan aku yang memandikan dia.

Salahkah aku duhai sandaran hatiku, bila sebagai ibu aku baru bisa memeluk mereka sepulang kerja? Dengan badan letih dan bau, kusergap mereka dengan milyaran rindu yang tak terperi. Jika ini semua salah, kapankah bisa semuanya termaafkan? Pantaskah semua ini kutangisi?

Hmm... menangis, kapan ya terakhir kali menangis? Yang kuingat adalah tangis bahagia sesaat setelah ijab dan qobul sempurna terlaksana. Belum pernah aku sebahagia itu sekaligus sedih luar biasa. Kita dulu menikah tanpa ada bapak yang menjadi waliku. Ah, tapi kurasa beliau tentu sudah bahagia di 'sana'. Iya kan, Sayangku?

http://qonitaannuha.blogspot.com/2011/12/makan-ngga-makan-yang-penting-nikah.html
Suamiku terkasih, kau mungkin bukan laki-laki terbaik di dunia. Namun satu yang kuyakini hingga kini, kau adalah orang yang paling bisa menerima aku apa adanya. Bahkan saat kusaksikan peluhmu membanjir di dahi, tatapanmu penuh kecemasan sesaat sebelum ijab qobul, aku tau dengan pasti kaulah jodoh yang telah disediakan Allah untukku. Yang akan menjadi imam bagiku dan anak-anak kita. Yang akan melindungi dan menyayangiku. Menempatkanku pada posisi tertinggi sebagai istri, calon ibu bagi anak-anak kita nantinya, juga menjadi partner yang saling bahu membahu dalam memenuhi kebutuhan rumah tangga.

Kini, sepuluh tahun sudah usia pernikahan kita, setelah hadirnya kedua buah hati kita, apakah makin sempurna kehidupan kita berdua? Dengan segala keterbatasan yang kumiliki ini? Sejak pertama kita hendak berjanji sehidup semati, kau telah memahami aku bukan tipe perempuan rumahan. Tak pandai memasak ataupun mengatur segala pernak-pernik rumah tangga. Apakah keterbatasan yang ada padaku ini menghalangi sempurnanya kebahagian kita berdua, Yang?

Jika memang seperti itu adanya, semoga maaf selalu ada dalam hatimu. Meskipun tak terucap, setiap senyum dan candaanmu telah menyiratkan semua itu. Walau telah kaukatakan padaku bahwa tak ada yang salah dengan semua ini, aku tetap ingin menghabiskan waktu lebih banyak lagi bersama kau dan kedua putra-putri tercinta kita. Aku sering terhinggapi virus 'jealous' saat teman-temanku dengan penuh suka cita mengantarkan kemana pun buah hati mereka pergi. Tak seperti diriku yang hanya bisa menemani mereka seharian penuh di hari Minggu saja. "Sudah, tak usah terlalu didramatisir." Penghiburan itu yang selalu kauberikan padaku.

Ah, kau memang tak romantis, Suamiku. Namun kaulah laki-laki paling realistis yang paling kukagumi. Kau tetap ijinkan aku bekerja demi membantu keuangan keluarga kecil kita. Tak pernah kau mengeluh saat urusan 'dalam negeri' tak seratus persen teratasi gara-gara seringnya aku absen di rumah. "Itu memang resiko ibu bekerja." Begitulah selalu kaubilang padaku.



Yah, mau bagaimana lagi ya, Sayang. Saat ini kita berdua memang masih memiliki segudang keterbatasan. Namun justru itulah yang membuat hidup kita terasa begitu sempurna. Penuh dengan lika-liku cerita. Semoga kita berdua selalu diberikan hidayah dan kekuatan untuk terus melanjutkan sekuel cerita indah kita berdua. Membimbing anak-anak dengan penuh kasih sayang. Merajut masa depan keluarga bersama. Menjalani suka dan duka bersama hingga tiba masa menghadang senja. 


Di penghujung senja... diiringi rinai hujan...


http://jarilentikyangmenari.blogspot.com

24 komentar:

  1. Jadi terharu bacanya mba uniek
    Harus persiapan ni mba', soalnya sudah mau umur 25 tahun ni :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Persiapan apa nih? ;) Semoga selalu mendapat barokahNya ya Mas Syaifurrahman :)

      Hapus
  2. Ungkapan rindu yang manis sekali, Mbak. Pasti si Mas yang sedang jauh menangis membaca ini :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya nggak berani nunjukin postingan ini ke doi, Mak Evi. Ntar malah diketawain hihiiii... suami saya bukan yg tipe romantis sih.

      Hapus
  3. Sebuah ungkapan rindu dan 'curahan hati' yang indah, Mbak. Begitulah resiko ibu bekerja, tapi percayalah, si Mas nya juga sangat memahami situasi ini dan 'keterbatasan' itu justru menjadi perekat cinta kasih kalian berdua. Insyaallah. Sukses untuk ngontesnya, Mba Uniek. Semoga menang! :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Duuuhh...seneng banget dikunjungi Mak Al. Miss you maaakk, waktu di Yogya kemarin kan ketemu cuma bentar banget.
      Iya, Alhamdulillah saya dapet suami yang super pengertian begitu. Luv him very much lah *semoga doi enggak keGRan deh bila baca komen saya ini :D

      Hapus
  4. aaaiiihhh kakakku ternyata bisa romantis juga... ssoooo swweeeeett mbak. Jadi ibu bekerja bukan berarti nggak baik ko, buktinya anak2 tetep tumbuh baik dan bahagia kan? :) smeua orang punya pilihan yang terbaik untuk diri mereka sendiri2
    sukses GA nya mbak :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Jan2e aku isin je Dek Mun pertama kali mau share tulisan ini. Yg model begini ini kan 'really deep down' of me, biasanya kukubur dalem2 biar diriku sendiri yang menikmati. Sok pasang style gokil buat nutup2in ehehehee.... Tetapi klo dipikir-pikir lain, yg gak penting ini mungkin bisa menginspirasi orang, apa salahnya di-share. Aku yakin di belahan bumi Indonesia ini banyak yang bernasib sama sepertiku.
      Thks ya udah mampir dan memberikan semangat.

      Hapus
  5. so sweeettttt....haru biru mbk :D ,pangling aku mbk nek pean didandani hehehe

    BalasHapus
  6. 10 tahun ya mak, sy baru 8 tahun niih... romantis euy suratnyaa hihihi
    mampir mak ke surat cinta saya buat si ayah di sini.
    http://www.ophiziadah.blogspot.com/2014/01/surat-cinta-buat-si-ayah.html
    makasih

    BalasHapus
    Balasan
    1. Done. Sudah mengunjungi dan meninggalkan jejak. Nggemesin euy putra putrinya :)

      Hapus
  7. Pangling sama fotomu Mbak Uniek...btw, ya itulah sejarah hidup yg harus kita jalani sampai senja menghadang...

    BalasHapus
    Balasan
    1. hihihii..bukan sejarah to mbakyu, wong masih berlangsung ini loh ;)

      Hapus
  8. wah saya yang bukan suami dari si mbak ini ,membaca tulisanya jadi terbawa terbang ke alam yang penuh haru.bertapa bahagianya yah punya istri sperti mbak Unik Kaswarganti,hehehe...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Begitu juga betapa bahagia saya memiliki suami yg mau menerima seabreg kelemahan saya. Terima kasih ya sudah berkunjung :)

      Hapus
  9. senyum-senyum sendiri baca post ini :) .

    BalasHapus
  10. jadi ingat waktu shooting itu, diawali shooting sms...wkwkwkwk tapi keren bener yang di graha wulan, pertama kali hiburan wong mantenan kok pameran seni rupa

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wih senenge ada yg baca tulisan koyok ngene hehehee... Makasih ya Mas Edhie dan suwargi Mba Dika yg udah nemenin pas kami nikahan dulu.

      Hapus