30 Mei 2013

Cinta Harpitnas

Siapa yang suka harpitnas? Itu tuh, hari kejepit nasional. Kemarin libur, tapi hari ini masuk, padahal besok ketemu tanggal merah lagi. Hari yang paling tidak aku suka bagaikan membenci cewek-cewek hobi php (pemberi harapan palsu). Sekaligus mendorong aku giat belajar demi cita-cita menjadi pengusaha spesialis percetakan kalender. Kelak dengan jabatanku sebagai direktur utama, seluruh harpitnas akan menggunakan warna merah. Sayangnya, aku mengawali harpitnas kali ini dengan hujan kesialan, seakan dewi fortuna tengah cuti liburan ke Timbuktu. 
Sumber sialku sebenarnya adalah si Tyrannosaurus. Dia bukan hewan peliharaan, tapi kendaraan roda empat yang suara mesinnya mirip singa kelaparan tujuh hari. Belum lagi  Pakdhe Juki, supir pribadi, baru tahu kalau ban mobil bocor. Apalagi ban serep ternyata semalam menjadi camilan pesta para tikus rumah. Untuk sementara, si Tyrannosurus rawat inap dulu di bengkel terdekat.
“Pakdhe! Terus aku ke sekolah naik apa?!” keluhku dengan suara yang konon mirip Justin Beiber lagi batuk pilek. Bibirku mengerucut, tangan berkacak pinggang, dan menatap tajam Pakdhe Juki bak memergoki maling jemuran. 
    Tapi, bukan Dito Valentino namaku kalau tidak memiliki stok ide cemerlang. Buru-buru aku memetakan rencana kilat. Aku harus tetap berangkat sekolah demi berjumpa dengan Katty Perry, adik kelas yang bakal menerima cintaku selepas sekolah, sesekali sok cakep boleh kan. 
Pertama, meluncur ke sekolah dengan taksi. Tapi, Papa Mama baru saja meluncurkan peraturan embargo uang jajan gara-gara nilai fisikaku lengket sama angka empat. Memangnya Pak Supir Taksi mau menerima uang bergambar Barbie milik adikku yang masih balita? Apalagi Papa Mama sudah melesat ke kantor mengingat hari ini adalah tanggal gajian. 

    “Pakdhe antar pakai sepeda onthel ini,” ujar Pakdhe Juki sembari menepuk sadel. Dia menambahkan, “Sepeda tua begini, masih terawat lho. Nanti Pakdhe lewat jalan tembus saja biar cepat,” Pakdhe Juki nyengir merasa memiliki usul brilian. Enak saja, apa kata teman-temanku nanti, sudah wajah seganteng pacar Selena Gomez ini naik sepeda onthel? Bisa jadi, bukan Katty Perry yang menerima cintaku, tapi Katty Perih, hiks.

    Baiklah, rencana kedua adalah minta tolong Yudis, sahabatku. Jemariku menggurita di dalam tas. Meraih handphone. Lalu menghubungi ponsel Yudis. Yen ing tawang ono lintang cah ayu… Wedeh nada sambung Yudis sangat keroncongis. Tapi sampai lagu bahasa jawa itu berganti musik merinding disko, Yudis tidak mengangkat teleponnya! Membuatku galau level tungku. Keringat dingin makin mengalir deras apalagi enggan mencicipi sepeda onthel najong. Tertangkap oleh ekor mataku Pakdhe Juki yang bergeming di samping sepeda onthel. Yah, no other choice, kali ini dengan berat hati harus menggadaikan kegantenganku di atas sepeda jelek keramat itu.  “Yo wis Pakdhe, buruan anter aku,” akhirnya si Ganteng mengalah. Cie…
Sepeda tua Pakdhe Juki terbukti ampuh meliuk-liuk nrabas jalan-jalan tikus. Aku menginjakkan halaman sekolah pada lima menit sebelum bel berdentang. Aku bergegas loncat dari boncengan karena biang malapetaka menunggu. Pangky adalah kompetitorku dalam berebut si bulu-mata-lentik-anti-badai, Katty. Pangky baru saja menutup pintu mobil Me**y terbarunya.
“Hahaha… kenapa mas bro, sudah enggak punya kartu kredit ya? Mana mobil lo? Lo gadai ya? Mbok ya ditukar mobil yang agak murahan dikit kenapa. Ini malah dituker sepeda unto,” nyinyir Pangky. Maklum, Pangky memang turunan bule-Jawa-Betawi, jadi bahasanya juga campur aduk kek gado-gado.
“Bukan urusanmu,” jawabku sengit.
“Jangan lupa nanti jemput aku dengan si Tyrannosaurus,” bisikku kepada Pakdhe Juki.
Cepat-cepat kutinggalkan Pakdhe Juki dan Pangky. Daripada telingaku panas gara-gara Pangky terkekeh memergokiku berangkat ke sekolah dengan sepeda yang katanya pernah dipakai Pakdhe Juki kencan bareng Ratu Elisabeth.
Tak sabar rasanya menjalani proses belajar mengajar. Ingin lekas pulang dan bertemu dengan Katty yang acap kali membuat ilerku keleleran. Kulit kuning langsat, bodi langsing, rambut panjang nan beruban, eh. 
Jam istirahat yang rencananya aku manfaatkan dengan menyapa gebetan, justru bertemu dengan cewek ganjen. Bryna, cewek centil agak-agak jijay ini kata teman-teman sekelas lagi naksir berat ke aku. Dia duduk di hadapanku seraya menyunggingkan senyuman. Memamerkan lesung pipit yang besar hingga aku bisa memasukkan kerikil di dalamnya.
“Dito mau ke kantin?” tanya Bryna. Suaranya dia buat semerdu mungkin sampai membuat Yudis terlelap. Zzz… zzz… zzz…
Aku mengangguk, “Mau sih, tapi…”
“Aku juga mau!” potong Bryna antusias.
“Eh, enggak jadi deh. Aku menyandarkan punggung. Menjauh dari wajah Bryna.
“Kalau begitu, Dito mau kemana?”
“Kemana saja asal tidak ada kamu.”
Ups. Bryna tak patah arang.
“Kalau cokelat suka?” tanya Bryna sembari menyodorkan sebatang cokelat.
“Suka tapi bukan dari kamu.”
Krik... krik… krik…
Dentang bel menyelamatkanku dari terkaman Bryna yang taringnya mirip pisau tukang jagal sapi, serem!
***
Kriiiinnng. Yeah sekolah telah usai. Buru-buru aku menyambar tas, menyampirkan di bahu dan beranjak. Kelas Katty menjadi sasaran utama langkahku. Sampai di ujung koridor, aku mendapati Pangky sudah nongkrong. Pangky mengajak Katty ngobrol, sesekali tawanya menggelegar sengaja membuat batinku membara. Lagaknya sok akrab dengan My Selena Gomez. Aku mengepalkan tangan, Asem!
“Uhuk… uhuk,” aku pura-pura batuk ketika berdiri di dekat mereka.
Mereka berdua menoleh ke arahku. Yang satu berekspresi malu dengan pipi bersemu, dan yang satu lagi nyengir kuda. Kira-kira sudah paham kan ekspresi siapa itu?
Konon, kalau kita berduaan maka orang ketiga adalah setan. Kurang lebih, itulah sosok Pangky. Dimana aku mau mencari suka cita, di sana lah dia selalu membawa duka cita. Ampun deh.
“Mas Pangky, Katty pulang dulu. Bang Dito sudah datang,” ujar Katty memecahkan suasana dingin.
Aku menarik dua sudut bibir. Senyum kemenangan. Batinku menggelinjang sampai aku ingin menari hula-hula, tapi ingat harus jaga image di depan gebetan. Nanti saja, jogetnya kalau di kamar sendiri.
Katty mengiringi langkahku hingga depan halaman sekolah. Aku celingak-celinguk mencari si Tyrannosaurus. Cukup lama menanti kedatangan Pakdhe Juki. Lamanya bagaikan smoothing rambutnya Candil. Kasihan Katty. Dahinya sudah penuh keringat mirip jagung-jagung montok. Wajahnya mulai pasi karena terik siang bagaikan mentari nemplok di atas rambut.
Ditambah Pangky sok setia menemani kami. Hush… hush! Sana kamu, enggak pulang dulu kenapa sih coy.
Ciiiittt…Mobil kecil berwarna pink norak berhenti di depanku. Kaca jendela turun dan seorang cewek menyapaku kegenitan. “Hai Dito, pulang bareng aku saja yuk? Daripada kepanasan,” suara nenek lampir Bryna terdengar meraung di siang yang gersang itu. Duh, merana sekali hatiku ini. Kenapa cobaan dunia ini terus beruntun menerpaku? Kenapaaa???!
Pangky, yang sok gentleman menawarkan tumpangan ke Katty. “Gimana kalau Mas Pangky anter Katty? Kasihan cantik-cantik kok dijemur kayak gini.”
“Tunggu!” aku menahan langkah Katty. Pandanganku tertuju pada sosok Pakdhe Juki yang mulai nongol batang hidungnya. Pakdhe Juki meluncur terseok-seok. Tapi kok… Aku memincingkan mata. Mengucek mata. Memastikan kalau pandanganku masih normal. Pakdhe Juki menggenjot sepeda tua! Haduuuh. 
Kuhela napas dalam-dalam. Ingin sekali membenamkan wajah dengan telapak tangan. Oh tidak, Pakdhe Juki makin mendekat. Katty memandangku dengan dahi berkerut. Pangky terkikik geli. Dan si lampir Bryna pun makin tersenyum menggoda.
Cinta terkadang bagaikan harpitnas. Berdiri di antara dua hati. Seperti Katty yang terjebak antara cintaku dengan Pangky. Dan, aku yang berada di persimpangan hati antara Katty dengan Bryna. Tsaaah. Tapi kali ini, harpitnas aku rayakan dengan berada di antara Pakdhe Juki dan Sepeda onthel. 

Tulisan Uniek Kaswarganti berkolaborasi dengan Wuri Nugraeni

20 komentar:

  1. bhahaha.. ngakak bacanya. but overall keren :)

    BalasHapus
  2. Seger banget bahasanya. Berasa minum es jeruk di siang hari.

    BalasHapus
  3. pakdhe Juki kasih ongkos pulang naik angkot aja. Dito sepedaan sm Kathy hehe

    BalasHapus
  4. kunjungan perdana,

    salam kenal

    BalasHapus
  5. mruhulessin, mb Niken, mak Myra, tau cantik dan Anakku Inspirasiku : terima kasih untuk kunjungan dan komennya :)

    BalasHapus
  6. Yaudah Sepedaan aja sama Katty kan romantis tuuuhh..

    Bahasanya renyah penuh humor.. hihi

    BalasHapus
  7. hehehe...ntar bulu matanya si Katty ketiup angin bisa lengket bund :D

    ini saya lagi belajar sama penulis komedi mb Wuri Nugraeni, bun, susah euy ternyata nulis yg lucu2 gitu, makanya blm pede nulis sendiri, masih minta ditemani nih

    BalasHapus
  8. yay...
    qiqiqi kasihan si Katty disebut-sebut mulu, keselek tuh dia :-)

    BalasHapus
  9. gookiilll...the next boim lebon :))

    *bubu barra*

    BalasHapus
  10. Wuri : makasih yo say udh dipandu ke 'arah yang benar' hehehe...

    Mak Sari : thks udah mampir. koq pake anonim sih namanya?

    BalasHapus
  11. Ihhh...seneng deh bacanya, langsung kebawa kemasa muda dulu(masa2 sekolah) tiba-tiba merasa muda lagi...hehehe...

    BalasHapus
  12. abg banget ni ceritanya, hhihi..
    salam knal mbak

    BalasHapus
  13. Inung : suwun ya

    mb Ririn : ya maklum yg nulis juga masih muda mba *ups

    Dian Fernanda : yg nulis juga abg koq (Angk Babe Gwe) wkwkkkk... salam kenal juga ya

    BalasHapus
  14. Niek, sudah kubaca sampai selesai, seru! Aku sampai ketawa-ketiwi sendiri di perpus ... hahaha, love it! sheilla x

    BalasHapus
  15. thks dear Sheila, hope this funny story can seize your day ;) have your nice day in library

    BalasHapus
  16. cinta itu terkadang seperti harpitnas, wkwkwkwkwkw...ada2 aja nih mbk :D

    BalasHapus
  17. wkwkwkwk kocak..bkiin kumcer komedi seru keknya yaa kita bertiga hihihi

    BalasHapus
  18. mak Dedew : wooww...mau bangeeeddd... mauuuu... hayuk to aku ini ditraining ben iso lucu :)

    BalasHapus